Burung beo kea Selandia Baru memiliki selera humor!
burung

Burung beo kea Selandia Baru memiliki selera humor!

Sekelompok ilmuwan dari Selandia Baru dan Australia telah membuktikan bahwa burung beo kea menggunakan getaran tertentu, yang dianalogikan dengan tawa manusia. Setelah serangkaian percobaan, ahli burung menemukan bahwa memutar rekaman “tawa burung” mempengaruhi perilaku burung beo Selandia Baru.

Menurut sebuah artikel di Current Biology, eksperimen yang dilakukan oleh penulis pada kawanan kea liar membantu sampai pada kesimpulan ini. Para ilmuwan telah mencatat beberapa jenis suara yang dibuat oleh burung beo pada berbagai kesempatan. Merekam getaran selama permainan aktif mempengaruhi kawanan kea dengan cara yang sama: burung-burung mulai menggertak dan berkelahi dengan cara yang menyenangkan, tanpa menunjukkan agresi yang nyata.

Foto: Michael MK Khor

Seperti halnya tawa manusia, suara permainan nestors menular dan sangat mempengaruhi suasana perilaku kawanan.

5 jenis suara diperdengarkan kepada burung beo, namun burung hanya merespon “tertawa” dengan permainan. Menariknya, kea yang tidak bereaksi pada awalnya tidak berhubungan dengan kea yang sudah bermain, tetapi mulai bermain-main dengan burung yang tidak ikut bersenang-senang, atau menggunakan benda untuk itu, atau mulai melakukan aksi akrobatik di udara. Suara tertentu menimbulkan keceriaan di antara para nestor, namun tidak berfungsi sebagai ajakan untuk bermain, melainkan hanya ditampilkan sebagai emosi pada setiap burung.

Rekaman mempengaruhi keadaan emosi, tetapi tidak mempengaruhi suasana hati, karena lebih tahan lama dan stabil.

Setelah memainkan getar selama 5 menit, kea mulai bermain-main dan melanjutkan selama 5 menit lagi tanpa mendengar getarnya. Secara total, percobaan berlangsung selama 15 menit: 5 menit sebelum dimulainya “tertawa” (saat burung dibiarkan sendiri), 5 menit setelah suara (kea mulai bermain-main) dan 5 menit setelah percobaan, ketika burung beo menjadi tenang.

Di alam, rayuan di antara burung dan hewan lawan jenis menandakan dimulainya masa pacaran dan dimulainya musim kawin. Dalam kasus burung beo Selandia Baru, keadaannya agak berbeda. Mendengar rekaman “tertawa”, baik laki-laki maupun perempuan dari berbagai usia menunjukkan aktivitas dalam permainan komik.

Foto: Maria Hellstrom

Tawa burung beo Selandia Baru dianggap analog dengan tawa manusia dan spesies lainnya. Misalnya tikus juga mempunyai suara yang bisa disebut tawa. Namun percobaan untuk mengkonfirmasi dugaan ini kurang manusiawi dibandingkan dengan kasus Kea. Tikus-tikus pun mulai bermain-main dan bermain-main ketika mendengar “tawa”.

Selama percobaan, hewan-hewan tersebut menjadi buta atau tuli. Tikus tuli tidak bereaksi terhadap suara yang direproduksi dan tidak menunjukkan keceriaan, sedangkan perilaku tikus buta berubah drastis: mereka menjadi lucu dan mulai menunjukkan sikap ceria terhadap kerabatnya.

Kemampuan burung beo untuk meniru tawa manusia tidak sama dengan getar “tawa”. Burung beo merupakan burung yang berhasil menirukan segala macam suara, namun menirunya tidak membawa komponen emosional, padahal getarnya merupakan wujud dari emosi burung itu sendiri.

Tinggalkan Balasan